Senin, 25 April 2011

Ambon manise (part 2)


Sesampainya di tempat tujuan, acara berjalan sesuai rencana dan siap pergi ke desa sebelah untuk acara selanjutnya. Jarak antar desa tersebut tidak terlalu jauh, tapi akan sangat melelahkan bila ditempuh dengan berjalan kaki. Apalagi mengingat jalur yang terjal membuat mereka jarang saling mampir sekedar untuk bertegur sapa dan temu kangen.
Kedatangan kami sangat diharapkan dan sangan terlihat dari wajah mereka yang cukup terhibur, dan selain itu… ternyata mareka juga memanfaatkan kendaraan yang ada untuk jalan2 ke kampung sebrang. Nggak banyak ko yang ikut, tapi sangat memakan tempat.
Mereka juga ikut dalam acara kami yang selanjutnya itu dan bercanda tawa dengan riangnya bersama teman2 mereka. Sebenarnya pihak ibuku sangat terganggu karna menghambat acara mereka. Tapi, tentu tidaklah indah bila merebut kebahagiaan orang lain. Maka dengan berat hati kita membiarkan mereka dan melanjukan acara kita. Begiulah hingga acara dan selesai.
Keesokan harinya ibuku sudah mengambil tiket untuk kembali ke kota Ambon.. Eitss!! Sebelumnya ada yang penting nie, mereka pada liat-liat pemandangan indah dari puncak bukit. Yah.. Karna setelah itu ibuku sudah pergi dari P Seram, maka ceritapun selesai..:P

Minggu, 24 April 2011

Ambon manise (part 1)

Kalau yang namanya orang kerja pasti deh sibuk terus, apalagi kalau pekerjaan itu sangat terlibat dalam kehidupan kemasyarakatan. Itulahyang terjadi dengan ibuku. Sering pergi ke luar kota untuk pelatihan d daerah2 tertentu dan berhadapan langsung dengan medan yang harus dtempuh.
Berikut ini salah satu cerita pengalaman ibuku waktu pergi ke Pulau Seram daerah Ambon yang kurang dekat dengan peradaban. Perjalanan yang cukup jauh memaksa mami dan teman2 kantor lain untuk berangkat lebih awal. Salah satu yang ikut dan juga aku kenal yaitu Pak Setyo.
Tempat menginap ibuku cukup jauh jaraknya dari desa yang akan dilatih kesiapsiagaannya mengahadapi bencana itu. Sehingga ibuku dan teman lainya harus mencari angkutan umum untuk ke sana. Sebenernya angkutan umum itu, sopirnya udah kita sewa. Tapi entah bagaimana jalan pikiranya, dia tetap mencari penumpang seperti biasa.
Dalam bus mini itu terdapat speaker gede berada dikaki penumpang sebelah depan, sedang penumpang belakang duduk miring berhadap-hadapan. Ibuku duduk di belakang dengan yang lainnya sedang Pak Setyo d depan.
Speakerpun dinyalakan dengan sangat kerasnya, sampai satu kampung terdengar. Sebenarnya memang itu tujuannya, karna daerah yang sangat sepi tanpa peradaban itu akan lebih sulit mendengar suara jika jaraknya bejauh2an. Maka orang2 yang akan naik bisa dengan mudah mengetahui kedatangan angkutan umum. Tapi juga karna saking sepinya itu loo… Cuma satu speaker ja dah kedengeran satu kampung.. Wedewedeh…
Pak sopir yang dengan riangnya bernyanyi dan tanpa perasaan itu secara tiba2 bruk! Menaruh alkitab yang diambilnya dari bawah joknya ke atas dask didepannya, lalu berbincang-bincang ringan dengan Pak Setyo. Tak bisa dibayangkan kalau Pak Setyo yang sopan, manis, dan pendiam itu berteriak dengan kerasnya pada saat itu. Berharap suaranya didengar denga jelas.
Belum terlalu jauh berjalan tanpa lawan satupun, pak sopir yang dengan enaknya berkendara di kanan atau kiri jalan tanpa khawatir peringatan menghentikan mobilnya tepat di tengah garis tengah jalan. Turun dan berbincang2 dengan santainya bersma orang yang datang dri kejauhan, membawa sebotol air accu dan menuangkannya ke tangki mobil.
Sambil menunggu ibuku bertanya, “Gimana pak, enak duduk di depan?”
“Enak apanya, bu? Kaki saya kesetrum-setrum terus dari tadi. Mana kuping saya mulai pening.”. !! Kuping? Pening? Wah makin aneh dah nie crita. Cepet-cepet dislesein aja dah. Om David yang waktu tiu jga ikut dan duduk di sebelah ibuku ketawa kecil, “Lumayan pak, pijat refleksi ala sopir Seram. Hehehe…”
Ehh! Ditunggu lama ternyata tu sopir malah minum2 ma temennya itu dan naik kembali ke mobil dengan keadaan mabuk. “Kasian deh tu alkitab di sia2in” Pikir ibuku.

Bersambung